Posts

Showing posts from January, 2014

Satu sisi sejarah Alas dari Buku Adat dan Islam di Aceh

Sejak terbentuknya Kesultanan Aceh sampai pada masa permulaan pemerintah Sultan Iskandar Muda, kelihatan bahwa wilayah Aceh tidak saja merupakan satu kesatuan Administratif tetapi juga berbentuk satu kesatuan adat istiadat. Namun demikian dalam rangka kemajuan di peroleh di bidang ekonomi melaluipenjualan lada, menyebabkan perluasan areal tanaman lada kepantai Barat dan Timur di bagian barat, kelompok etnis aceh bertemu dengan etnis Minangkabau sehingga terbentuknya Adat aneek Jamee. Ke pantai Timur kelompok etnis Aceh bertemu dengan kelompok Melayu sehingga terjadi pencampuran kebudayaan yang tercermin dalam adapt Tamiang. Keadaan seperti ini terdapat di daerah Gayo dan Alas, meskipun prekwensi pencampuran itu demikian tinggi kadarnya. Adanya belah di Gayo yaitu ˝Belah Cik˝, yang cikal bakalnya adalah keturunan dari etnis Aceh dan ˝Belah Bukit˝yang cikal bakalnya berada dari etnis Batak. Kedua belah ini sesungguhnya menunjukkan adanya perbedaan terutama di bidang bahasa dan dialek.

Tanah Alas Pada Perang Kemerdekaan.

Pada masa Kerajaan Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, daerah Gayo dan Alas secara resmi dimasukkan dalam bagian Kerajaan Aceh. Gayo dan Alas waktu itu dibagi dalam beberapa daerah yang disebut Kejuruan. Kepada masing-masing kejuruan diberikan sebuah bawar, yakni pedang sejenis tongkat komando sebagai pengganti surat keputusan. Daerah Gayo dan Alas dibagi menjadi delapan kejuruan, enam di Gayo, yaitu Kejuruan Bukit, Lingge, Syiah Utama, Patiambang, Bebesan, dan Kejuruan Ambuk. Dua lagi di Tanah Alas yaitu Kejuruan Batu Mbulan dan Kejuruan Bambel. Kejuruan Patiambang berkedudukan di Penampahan dengan luas daerah seluruh Gayo Lues yang terdiri dari 55 kampung. Kepala pemerintahan dipegang Kejruen dengan dibantu empat orang Reje, yaitu Reje Gele, Bukit, Rema dan Kemala, dan delapan Reje Cik yaitu: Porang, Kute lintang, Tampeng, Kemala Derna, Peparik, Penosan, Gegarang dan Padang. Tugas utama Reje dan Reje Cik adalah membangun daerahnya masing-masing dan memungut pajak dari r

Ketika Kutacane dalam Sejarah "daerah modal" di front perbatasan pertahanan RI dan Belanda (1947)

Image
Saya masih ingat sosok perwira-perwira TNI ketika itu. Djamin Gintings orangnya kurus tinggi semampai, selalu pakai peci tentara. Setelah Kutacane dibombardir dua pesawat pemburu Belanda, esok paginya saya ikut kakek mengungsi ke sebuah desa sekitar 12 km dari kota. Setiap pagi saya dan kakek ke kota dari desa pengungsian itu untuk berjualan di pasar. Kami melewati Macan Kumbang, sebuah perkebunan karet yang dibangun semasa Jepang. Ternyata beberapa minggu sebelum penyerangan pesawat Belanda itu, Macan Kumbang, telah menjadi markas pertahanan Let.Kol. Djamin Gintings, Komandan Resimen IV TNI pindahan dari tanah Karo. Di kota orang bercerita bahwa markas pertahanan RI itu hijrah dari Tanah Karo ke Tanah Alas, sesuai kesepakatan Renville. Tanah Karo dianggap sudah menjadi wilayah Belanda dan Negera Sumatra Timur (NST). Karena itu kedudukan Kutacane menjadi penting. Kini Tanah Alas menjadi garis pertahanan RI terdepan menghadapi Belanda. Kota kecil itu bertambah ramai, ban

Liburan Ke Lombok

Ketika seorang Wisatawan Luar memuji keindahan Ketambe, Aceh Tenggara dari Pulau Lombok yang menjadi destinasi wisata terpaforit sekarang..