Pengertian Globalisasi berdasarkan Teologi Pembebasan
"Globalisasi" adalah sebuah konsep dengan kata dasar "the globe" (Inggris) atau "la monde" (Prancis), yang berarti bumi, dunia ini. Maka "globalisasi" atau "globalisation" (inggris) atau "mondialisation" (perancis), secara netral bahasawi dapat didefenisikan sebagai proses menjadikan semuanya satu bumi, satu dunia. Akan tetapi, selain dari tatanan bahasa, globalisasi sebagai sebuah konsep juga dicetuskan oleh berbagai tatanan yang lain yang saling berkaitan, seperti ekonomi, politik-ideologi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya, maka globalisasi mempunyai berbagai pengertian. Sebagai pengertian ekonomi, globalisasi berarti proses internasionalisasi produksi, mobilisasi yang semakin membengkak dari modal ke masyarakat internasional, penggandaan dan intersifikasi ketergantungan ekonomi. Secara lebih kongkrit, hal itu berarti reorganisasi sarana-sarana produksi, penetrasi lintas negara industri, perluasan pasar uang, penjajahan barang-barang konsumsi sampai ke negara-negara Dunia Ketiga dari Dunia Pertama, dan penggusuran penduduk lintas negara secara besar-besaran. Sedangkan sebagai pengertian politik-ideologi, globalisasi dirumuskan sebagai liberalisasi pergadangan dan investasi, deregulasi, privatisasi, adopsi sistem politik demokrasi dan otonomi daerah. Sebagai pengertian ilmu pengetahuan, globalisasi tidak hanya dipakainya kaidah kebenaran ilmu yang bersumber pada empirisme dan cara penalaran konteks masyarakat dan alam Negara-Negara Maju bagi Negara-Negara Tertinggal tanpa memperhatikan kekhasan masyarakat dan alamnya, tetapi juga termasuk usaha-usaha untuk membangun kebenaran ilmu dan tujuan pemanusiaan manusia termasuk mencari keterangan ilmiah pengetahuan lokal dan tradisional. Sebagai pengertian teknologi, globalisasi berarti penguasaan dunia melalui penguasaan teknologi, tidak hanya terutama teknologi komunikasi dan informasi, namun juga teknologi penghancur lingkungan serta bioteknologi pengancam manusia tanpa kemampuan kendali. (Fr. Wahono Nitiprawiro, xiii, 2000).
Berdasarkan beberapa Sumber, globalisasi ekonomi dan politi-ideologi dapat kami rumuskan ke dalam 12 butir berikut ini :
- Adanya beban berat dari perangkap hutang luar negeri. Ketika merdeka, Indonesia dan India hampir tidak mempunyai hutang luar negeri, kini setiap orang menanggung sekitar Rp 7 Juta dan sedikit lebih kecil di India.
- Terjadinya internasionalisasi atau migrasi modal dari Dunia Pertama ke Negara-negara Dunia Ketiga.
- Gerakan bebas tenaga kerja dari Dunia Pertama ke Dunia Ketiga, termasuk bebas visa dan fiskal, sebaliknya gerakan tenaga kerja dari Dunia Ketiga ke Dunia Pertama dibatasi dengan koata dan syarat apabila benar-benar dibutuhkan disana.
- Agen pembaharuan/pembangunan bakan lagi negara tetapi MNCs/TNCs (Multi-National Corporation atau Trans-National Corporation).
- Terjadinya pertukaran barang dengan tarif rendah atau zero antara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga, kekhasannya adalah bahwa barang dan nilai tukarnya berbeda. Dari Dunia Ketiga, yang di eksotik yang diproduksi dengan tenaga murah dan nilai tukar rendah. Dari Dunia Pertama adalah barang-barang sarat modal dan teknologi yang belum tentu dibutuhkan oleh Dunia Ketiga, atau istilah Jhone Kenneth Galbraith "barang yang menciptakan keinginan" (created wants) atau memenuhi selera hidup konsumeris, namun dibalut sebagai kebutuhan orang modern dengan kemasan canggih dan iklan yang meninabobokkan.
- Belum terbentuknya masyarakat demokratis termasuk masih lemahnya posisi tawar-menawar dari serikat buruh, tani, nelayan, pekerja profesi, pembantu rumah tangga, dan sebagainya terhadap majikan dan masih diberikannya umah amat rendah, bahkan apabila itu sudah setingkat UMR (Upah Minimum Regional) masih juga tidak cukup untuk hidup layak, pembedaan upah antara laki-laki dan perempuan, pemekerjaan anak-anak, serta perusakan lingkungan.
- Globalisasi perdagangan melebarkan sayap ke mana-mana tetapi cendrung mendesakkan fragmentasi dan perpecarahan politik pada masyarakat tujuan, terutama yang amat tertinggal secara manajerial, ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan maksud mereka mudah dikuasai dan dijarah-rayahi.
- Bekerjasama dengan pemerintah otoriter yang kebanyakan korup, terjadilah monopoli sumberdaya agraria dan alam yang merupakan tumpuan hidup subsistem maupun layak masyarakat hukum adat maupun bangsa seluruhnya. Monopoli yang dilakukan oleh perusahaan besar lokal maupun lintas negara berakibat fatal bagi masyarakat yang harus tergusur, populasi dan degradasi lingkungan, serta pemiskinan, peminggiran masyarakat lokal, termasuk masyarakat hukum adat.
- Terjadi transformasi teknologi, khususnya yang sudah mulai usang di negara-negara maju (Amerika Utara, Eropa, Jepang) atau bahkan negara pengantar (Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Singapura), yang di-dumping ke negara-negara berkembang yang cenderung populatif dan hanya dapat "efisien" karena dioperasikan oleh buruh yang murah yang kemarin-kemarin dikontrol tentara dan polisi sehingga tidak mungkin membela nasibnya dengan berorganisasi, juga teknologi yang berdampak mengurangi kesempatan kerja, kesempatan mengkais kehidupan. Semuanya adalah proses pemiskinan, baik teknologi maupun manusia.
- Dengan berdalih program penyesuaian (structural adjusment) dan pengetatan ikat pingang (belt tightening), yang tak lain adalah untuk tujuan memampukan negara membayar kembali hutang luar negari sekalipun bangkrut ekonominya. Sejalan dengan itu, banyak subsidi yang meringankan beban rakyat kecil dicabut demi ideologi liberalisasi dan privatisasi, hanya untuk diganti program JPS (Jaring Pengaman Sosial) atau nama lain seperti BLT atau BLSM yang condrong membentuk mental pengemis dari pada pekerja. Juga akibat dari program ekonomi spartan seperti itu, perempuan-perempuan dan anak-anak dijadikan tumbal ekonomi global dengan upah-upah dan kondisi kerja yang mendekati binatang entah melalui kontrol tenaga kerja pabrik-pabrik maupun sistem kontrak, dan lain-lain kecerobohan sosial.
- Tiadanya alternatif bagi program ekonomi yang ada, apalagi sudah terlancur terjerat hutang luar negeri dan terperangkap Surat Kesanggupan Menjalankan Program IMF (LoI, Letter of Intent), telah berakibat pada ketidak berdayaan yang tidak berkesudahan, yang bahkan telah menggadaikan hidup anak cucu yang belum dilahirkan.
- Sebagai akibat dari tekanan globalisasi ekonomi dan politik-ideologi, serta bagian-bagian jelek dari globalisasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, terjadilah reaksi etnisitas atau fundamentalis, seperti ambruknya USSR, hancurnya Yugolasvia, dan berbagai usaha memisahkan diri di Indonesia sekarang ini, misalnya tentang kasus terlepasnya Bumi Lorosae (Tim-Tim), tapi sayang lepas dari Indonesia, tetapi kalau kurang hati-hati justru masuk perangkap mulut buaya negara Adikuasa Ekonomi dan politik-ideologi -- serta tetap memanasnya Aceh, Papua dan Kepulauan Riau. Sumber : Bose (1994:30), Oommen (1994:20-21), Fernandes (1999:3), Kartika dan Gautama, eds. (1999:3-30), Van Liedekerke (2000:1-22).
Comments
Post a Comment