Satu Versi Tentang Suku Alas dan Kutacane (asal usul keturunan kampung Tualang Sembilar)
Ini
surat keturunan.
Bahwa inilah terumbe ['genealogy' in Alas] asal usul
keturunan kampung Tualang Sembilar, asal dari Negeri Kutatjane, asal dari Laut
Bangko turun ke Toba, nama kampungnja Paja Radja, pindah dari Paja Radja ke
Tanah si Gerseng, pindah dari [Tanah] si Gerseng ke Kuta Radja Toba, pindah
dari Kuta Radja Toba ke Baligei, pindah dari Baligei ke tanah Karo, nama
kampungnja Law Gelam, pindah lagi ke Kampung Gunung Radja Walie, pindah lagi ke
Kampung Pengurusan Bangkei, pindah lagi ke Tangkuhan, nama Radjanja si Buntal,
isterinja ada dua, perumpuan jang tua ada anaknja 4, dua laki-laki dan dua
perumpuan, anak laki jang tua namanja si Djagat, anak laki jang muda nananja si
Guru anak perempuan jang tua nam[a]nja Pagan si Beru, anak perumpuan jang muda
namanja si Beru Liat, anak perempuan jang tua bagus dan tjantik orang meminang
ada 7 keradjaan. Radja Bulung-Bulung namanja, jaitu bapaknja nama Radja Buntal
tidak mengabulkan permintaan Radja Bulung-Bulung, lantas Radja Bulung-Bulung
mau berperang dengan kampung Radja si Buntal.
Banjaknja Radja si Bulung-Bulung dia punja orang rata-rata
bawa tanah satu orang satu genggam sehingga mendjadi Gunung Semba Bala buat
djadi benteng Radja si Bulung-Bulung, djadi Radja si Bulung-Bulung tetap
tinggal di Gunung Semba Bala, djadi Radja si Buntal itu susah sebab Radja si
Bulung-Bulung mau memerangi negeri si Buntal serta anaknja Pagan si Beru susah,
djadi Radja si Buntal memanggil keponakannja Pengulu Patih buat mufakat, lantas
permufakatan bagaimana akan akal melawan Radja si Bulung-Bulungitu, dan pengulu
Patih mendjawab kepada Radja si Buntal, djawabnja kalau ada idjin memanda
[mamanda] saja ada akal akan melawan jaitu saja Mau mendjadi Guru kepada Radja
si Bulung-Bulung dan Radja si Buntal memberi idjin akan pengulu Patih buat
mendjadi Guru Radja si Bulung-Bulung, dan pengulu Patih berangkat kepada
Benteng Radja si Bulung-Bulung, dan datang pertanjaan Radja si Bulung-Bulung
kepada Pengulu Patih sebab dia tidak pertjaja sama Pengulu Patih, pertanaannja
kamu datang kepada saja dan apa maksud, dan Pengulu Patih mendjawab sebab saja
datang kemari jaitu akan sama-sama memerangi Negeri Radja si Buntal, sebab
terdahulu sudah saja meminta anaknja tidak dia kasih, dan Radja si
Bulung[-Bulung] mendjawab kalau begitu sebabnja boleh bersama-sama dengan kami
dan ada kira-kira satu bulan Pengulu Patih tinggal bersama-sama dengan Radja si
Bulung-Bulung pada satu hari jang sudah ditentukan Pengulu Patih akan menjerang
Radja si Buntal pada hari jang baik dan ketika jang sempurna, dan pengulu
[Pengulu] Patih mufakat lebih dulu jaitu akan kenduri atawa bertawar pada hari
jang baik dan chenduri [kenduri] itu didjadikan pada malam hari dan pada malam
hari chenduri [kenduri] itu sedang Radja-Radja makan dan panglima sekalian
rakjat djuga maka Pengulu Patih pun membawa tawar dan menjiramkan sampai 7 kali
dan sesudah tudjuh kali itu terus pengulu membunuh lampu dan serta dia
berteriak-teriak dengan keras-keras mengatakan musuh sudah masuk kedalam
Benteng, Radja-Radja dan Panglima sekalian kalang-kabut dan sibuk orang dalam
Benteng itu bertjintjang sama sendirinja al-hasil orang dalam Bentang habis
sekaliannja dan Penghulu Patih terus pulang ke Tangkuhan dan mengatakan musuh
sudah habis semuanja, dan sesudah itu Pagan si Beru mangkin [mungkin] susah
hatinja sebab takut kalau-kalau musuh akan menuntut bela lagi sebab orangnja
sudah habis dan mungkin bertambah-tambah malunja. Dan Pagan si Beru bersemanat
[berumanat] sama Radja si Buntal mengatakan labih [lebih] baik dia dibunuh dan
ditjintjang, daging-dagingnja supaja dapat dikirim kepada Radja-Radja jang
sudah kalah itu supaja dia bersenang hatinja dan Radja si Buntal mandjawab
biarlah saja mati dibunuh musuh supaja saja djangan membunuh anak sendiri dan
sebab Radja si Buntal tidak mau membunuh si (sic) Pagan si Beru, djadi Pagan si
Beru pada setu malam di ambil benang dan pergi kepintu dan diikatnja lehernja
dengan benang di ikatkan kepintu itu; sebab takut kalau-kalau musuh datang
menjerang bapanja djuga sebab malunja itu; pagi-pagi hari Bapanja mau keluar
dia lihat anaknja sudah mati menggantung diri, terus dia turut umanat anak jang
mati itu dan dia terus tjintjang daging-dagingnja dan dibawanja ke Gunung
Meriah, dan disitulah dia kirim kepada Radja-Radja jang halal itu dan tempat
mengirim daun sirih (serit) banjak duri itu dan satu daun sedikit daging Pagan
si Beru itu dan sesampai daging-daging kepada Radja-Radja itu baharulah senang
hatinja masing-masing dan daging jang sedikit itupun dimakannja masing-masing
dan sesudah itu pulang Radja si Buntal ke Tangkuhan sesudah ada kira-kira 1
bulang [bulan] berusiat [bersiasat] djuga anaknja jang bungsu si Beru Liat
kepada Radja si Buntal sebab melihat kakaknja sudah mati dan dia meminta
dibunuh sebab dia tiada bertulang dan tidak bisa akan menulung membantu
bapaknja dan bapaknja Radja si Buntal mendjawab kepada anaknja saja tidak mau
membunuh saja punja anak sebab kakakmu djuga saja tidak mau bunuh dan djuga
saja tidak mau mengharap kekuasaan dan [?] saja punja anak itu, dan sesudah itu
si Beru Liat tidak djuga bersenang hatinja, pada satu ketika si Beru Liat
meminta djarum buat pendjahit badjunja jang sudah robek permintaan itu
dikabulkan oleh Radja si Buntal dan dia tidak tahu bahwa djarum itu boleh melajangkan
njawa anaknja itu; dan jaitu si Beru Liat membunuh dirinja dengan djarum itu
dan terus ditanam dan tempatnja di-ilir Kedataran itulah asal jang mendjadi dan
sampai sekarang. Dengan hal jang demikian sesudah mati anaknja jang perumpuan
keduanja dan tidak ada berapa lamanja perumpuan Radja si Buntal jang mudapun
melahirkan seorang anak laki-laki Malum Bitjara, dan ra [?] anaknja si Malum Bitjara
berumur 2 tahun maka dibawanja anakandanja kedua jang tua akan membagi tanah:
1. ke Pertadin Berhul, 5. ke Air si Lutjut,
2. ke Air si Gamang, 6.
ke Gunung bang Burgan,
3. ke Si Gardan Gerdum, 7. ke Gunung Si Goras sebelah
Bahuro,
4. ke Lawe Timah[,]
sesudah itu pulanglah Radja si Buntal ke Tangkuhan dan dia
bilang kepada anaknja keduanja bahasa jang sebelah kanan bahagian jang tua
jaitu si Djagat, dan bahagian jang sebelah kiri buat adiknja si Guru dan
bahagian adikmu si Malum Bitjara dari Lawe Timah sampai Lawe Balang djadi perwatasan
si Malum Bitjara dengan si Guru tetap di Lawe Timah; perwatasan si Malum
Bitjara sama si Djagat Gunung si Kerbau, perwatasan si Malum Bitjara Kota
Bangun ke Lawe Balang dan tidak berapa lamanja meninggallah bapa Radja si
Buntal dan tiada berapa lamanja pergilah si Djagat menurut wasiat bapanja ke
Mortogan, dan si Gurupun pergilah dia menurut wasiat bapanja ke Tanah Alas ini
dan tinggallah si Malum Bitjara di ketangkuhan menerima pusaka ataw
barang-barang dan si Guru sampai ke Tanah Alas. dia bertempat di Ladan Misik
dan kira-kira 40 tahun pindah dia ke Kuala Rikit, sampai disitulah dia sudah
tua, dan si Guru sampai Tanah Alas bergelar Datu' berwasiatlah ia kepada anaknja
si Datu' Manap, wasiatnja: Hai, Datu' Manap saja sudah tua dan djangan engkau
tidak tahu dari watas tanahmu dengan gajo Pasir Putih dan si Datu' Manap pun
terimakan wasiat bapanja itu, tiada berapa lamaja si Datu Gurupun meninggal
dunia, tiada berapa lamanja si Datu' Manap pun pindah ke Natam, dan tiada
berapa lamanja si Datu' Manap tinggal di Natam pindah djuga ke Pulau Ketang,
dan di Pulau Ketang lahirnja anaknja Datu' Pung Rami dan sudah itu pindah ia ke
Mendaba dan tiada berapa lamanja datanglah Nambing [Lambing] buat dia punja sawah
dan kebun, dan sesudah itu No. 2 datang Radja Dewa Marga Ramut. No. 3 datang
Datong Datu' Bbat-Bbat [?], No. 4 datang Kedjerun Bambel dari Gumpang, No. 5
datang orang Biaq Molie, No. 6 datang Penghulu Ngkeran dari Singkel, dan tidak
berapa lasanja meninggallah si Datu' Manap dan tiada berapa lamanja pindahlah
Datu' Pung Rami ke Perapat, tiada berapa lama lahirlah anaknja bernama Datu'
Sahor dan lama kelamaan meninggallah Datu' Pung Rami tadi di Perapat, sesudah
itu pindah djuga Datu' Sahor ke Tebing Datas dan lama kelamaan lahirlah anaknja
nama Datu' Gemuruh, disitulah kami terpaksa dan sebab ini Radja-Radja dia minta
pergi ke Koeta Radja buat mengambil pangkat dengan tiada setahu kami dan
sepulangnja dari Koeta Radja kami dipaksa buat menerima pangkat djadi Penghulu
Suku dan tiada bergelar Datu' lagi dan oleh kami sedikit dia banjak terpaksa
kami menerima djadi Penghulu Suku dan tiada mendjawab kami karena takut dan
djuga pada waktu tuan datang ke Tanah Alas ini kami terus menghadap dan kami
memakai bendera putih menundjukkan kebersihan hati kami sebab kami takut kami
punja Negeri rusak dan itulah sebab mangka kami turut memukul benteng Likat dan
Kota [Kute] Lengat supaja lekas Negeri mendjadi aman dan sentousa [sentosa] dan
segala orang jang di Tualang Sembilar tinggal, sebab sudah tetap sadja menerima
pemerintah dari paduka tuan jang memerintah sampai waktu sekarang ini.
Demikianlah supaja Paduka Tuan
empunja maklum.
Hormat dan tabë dari saja PENGHULU
KAMPUNG TUALANG SEMBILAR,
Goeroe Kekas
This legend was recorded on 23 January 1939 by Haji Abdul Samad,
the then village headman of Tualang Sembilar (see Zainuddin 1961: 186), for
submission to the Dutch government in Kutacane. He was sometimes known as
Goeroe Kekas, Pengulu Tebing Datas (see Chaps. 1. 4, II. 3). First this text
was written in Jawi characters, and later on it was spelled in Roman characters
to be handed over. The manuscript which I used was transcribed from the Roman
text on 2 and 3 January 1970 in the village of Kutacane Lama by a member of
MeRge Pagan Lineage A from Kute Melie, and it was kept in Kute Melie.
Ditulis Ulang Oleh : Ahmad Ubaidi
Ditulis Ulang Oleh : Ahmad Ubaidi
terima kasih atas..tulisan..cik atas atas asal usul kuta cane aceh tenggara..
ReplyDeletewalaupun belum lengkap...
tapi sangat membantu..
goeroe kekas yg tak lain penghulu tebing datas itu..khusyu saya
hj abdul samad itu kakek saya...
goeroe kekas dan hj abdul samad itu bukannya orang yang sama?.. hj abdul samad bukannya nama beliau setelah naik haji?..
Deleteada versi lengkapnya???
ReplyDelete