JJS (Jalan-jalan Sore) di Kutacane 23/9/2011

Keliling disebagian Daerah Aceh Tenggara, melihat sosial masyarakatnya serta Potensi yang ada..
Hati-hati sedang ada pelebaran jalan nich. jalanan berdebu dan berkrikil. Dan ada pemandangan aneh ni. seputaran Lawe Kihing. Banyak di jumpai penjual minyak enceran perliternya 6.000,- bila sedang langkah haga mencapai 12.000,-/liternya sedangkan SBUnya tutup yang 17.00 WIB. anehkan. Didekat SPBU minyak bensin seharga 6.000/liternya. hehehe...


ini pemandangan korversi lahan pertanian menjadi perumahan. artinya RTRW kita belum jelas ni. mana untuk perumahan dan didaerah mana untuk lahan produkti pertanian. ya ketahanan pangan kita bisa terganggu.

Bukan hanya pengendara yang hati-hati kayaknya ni. debu-debu pembangunan jalan ini pastinya menggangu warga. dan kurangnya tanda-tanda keselamatan..
Alat berat yang sedang bekerja di manfaatkan masyarakat setelah habis jam kerjanya, untuk meratakan lahan yang akan dibangun perumahan mereka..
Ada sebuah kuburan keramat di salah satu lokasi untuk pelebaran Makan ini milik H. Abas. rencananya kuburan ini tidak di bongkar tapi jalanan dibengkokkan dari dari sisi kiri kuburan ini. Lokasinya di Desa Trt Mekhare Kecamatan Bambel di depan Pohon jati. jalan yang masih dalam pengerjaan adalah Desa Bambel sampe ke desa Trt Megakhe.


Ini gambar di Desa Lawe Sekeben dari dulu desa ini terkenal dengan Kolam (tambak) ikan tawarnya.. tapi belakangan ini banyak yang tidak berkolam lagi, karena persedian air yang terbatas dan bantuan modal untuk usaha ikan.
Setiap kolam (tambak) ikan harus di jagai siang dan malam, karen kalau tidak habislah tercuri.

Kecamatan Bambel dari dulu terkenal sebagai lumbung padinya Aceh Tenggara, tetapi karen banyaknya konversi lahan dan kurangnya penyuluhan pertanian sehingga produksi padi dari daerah ini menurun derastis dari tahun ke tahun.
Kita memasuki Kecamatan Semadam tepatnya Desa Kebun Sere, kecamatan ini pemakaran dari kecamatan Bambel dan lahan pertaniannya cukup menjanjikan, tapi kecamatan ini sering dilanda Banjir bandang. Dan setiap musim hujan masyarakat masih tetap siaga karena sebelah barat daerah ini langsung dengan Bukit Barisan yang terkenal terjal dan mulai gundul akibat pembukaan lahan perkebunan masyarakat yang tidak tertata.
Betapa indahnya melihat pemandangan padi yang terhampar luas. selain potensi pertaniannya keadaan ini juga bisa menjadi Ekowisata tentunya.
Tapi sayangnya tanaman tidak tertata, yang turun bersawah ya bersawah, yang berjagung ya berjagung, yang menanam kakao ya menanam kakao di area yang sama, tentunya hal ini merugikan petani sendiri.
Ini adalah lahan yang di garap oleh saudara-saudara kita dari etnis baak di Aceh Tenggara. mereka terkenal rajin dan serius dalam bercocok tanam, dan mereka punya hitungan tersendiri tentang jadwal turun bersawah, sangat berbeda denga etnis lain yang dulunya menguasai lahan ini yaitu saudara-saudara dari Alas, Gayo dan Singkil.
Seharusnya juga dari Dinas Pertanian dan pertahanan pangan mengeluarkan jadwal turun bersawah tapi tahun ini juga tidak dikeluarkan.

Karena tidak adanya arahan dari pemerintah, maka akan sulit pengaturan air, karena sawah biasanya perlu air dan jagung menghindari air. maka hal ini jelas mempengaruhi hasil produksi dari padi dan jagung yang ditanam oleh masyarakat.
Salah satu pemandangan hamparan jagung di Kabupaten Aceh Tenggara


 Di dekat area pertanian padi dan jagung ada juga Lapangan Terbang Alas Leuser Air Port, bila qualitas tanaman kita bagus seharusnya bisa di ekspor ke daerah lain dengan pesawat kargo, bukan hanya di jual ke tokeh-tokeh kecil yang terkesan memainkan harga.
Ini adalah contoh penanaman tanaman yang tidak terarah, selain padi dan jagung masyarakat juga menanam sawit di area yang sama. dari konsep ini jelas akan mengganggu tanaman karena sawit lebih banyak menyerap air dari tanaman lain.

Ini contoh tanaman jagung disatukan dengan tanaman jagung di lahan dekat lapangan terbang, saya jadinya bertanya mana yang mau di seriusi, Jagung, Kakao atau Sawit.? yang jelas hutan semakin kritis. kalau saya menyarankan tanaman yang bisa tidak mengganggu hutan seperti padi dan jagung saja, kalau kakao dan sawit makan akan menjadi ancaman buat hutan kita, buktinya banyak hutan dibuka lagi untuk menanam kakao dan sawit.
Salah satu desa di Dekat lapangan pesawat.

Menuju Desa yang melegenda di Aceh Tenggara yaitu "MAKSAKO" desa maksako terkonotasi desa yang tertingal dengan daerah lain di Aceh Tenggara, orang-orang akan mengatakan Maksako untuk ejekan dan sindiran, tapi sejak dibangunnya lapangan pesawat didaerah ini, secara berangsur-angsur daerah ini telah mendapat akses.

Pemandangan Desa Tualang Baru atau dulu dikenal dengan sebutan Maksako
Perumahan masyarakat didesa Maksako yang masih beratapkan Rumbiaya, berlantaikan tanah, dan berdindingkan Susunan Tangkai daun Rumbiya (Tepas. Alas).

Ini adalah Desa Tualang sembilar yang desanya diterjang ganasnya sungai alas. bekas aliran sunginya sekarang dijadikan perkebunan jagung masyarakat.
Sekolah ini juga pernah di terkena ganasnya sungai Alas sehingga beberapa gedung terbawa derasnya Sungai Alas.
Dulunya jalan ini adalah perkampungan masyarakat yang diratakan oleh sungai Alas setelah sungai alas surut dan menghabiskan perkampungan maka dibangunkan jalanan.
Bekas lahan masyarakat dulunya sekarang mulai dimanfaatkan lagi untuk berternak ikan air tawar.

Selain untuk perikanan air tawar, bekas aliran sungai ini juga mukai di jadikan kandang ternak oleh masyarakat.
Dan masih banyak dijumpai perumahan masyarakat yang sepeti ini disepanjang Jalan-jalan Sore (JJS).
Salah satu pemandangan unik, Pondok atau dalam bahasa Alasnya sapo masyarakat di pingir jalan tembus Desa Terutung Payung - Pedesi.
Ini adalah jembatan di Desa Pedesi yang melalui Sungai (Lawe) Bulan, dulu didekat ini pertemuan sungai (lawe) Bulan dengan Sungai (lawe) Alas, masyarakat sering memancing ikan disini.
Dahulunya irigasi yang dari Jembatan (titi) Besi yang di biak muli sampai kemari, tapi sekarang sudah hancur, dan kita bisa lihat warna sungai jang sudah berwarna kuning tanah, mungkin akibat tidak dijaganya pingiran DAS ini.
Dan untuk membangun jembatan ini diangarkan sebesar Rp. 194.945.000,- terlalu banyak atau terlalu sedikit itu relatif, yang jelas mudah-mudahan bisa digunakan minimal 10 tahun kedepan.
Setelah Jembatan ini kita berada di daerah Pedesi dulunya disini ada tempat rekreasi yang bernama "Sampan". yang sering dikunjungi saat mandi Megang. karena susutnya sungai Alas di daerah ini, beberapa tempat rekreasi mati suri. Dan dari daerah ini juga dahulunya ada titi (jembatan) yang menghubungkan ke Kecamatan Lawe Alas Desa Engkeran Simpang Empat.
Akhirnya perjalana kita jumpa lagi di Desa Biak Muli dan menuju ke Markas. Semoga kreak, kreaknya (photo) berguna dan melepas kerinduan ke Aceh Tenggara.

Ubai

Comments

Popular posts from this blog

Kamus Bahasa Alas-Indonesia

Marga-marga yang ada di Tanoh Alas Aceh Tenggara